HIDUP, IMPIAN, DAN KENYATAAN
Dalam menjalani hidup ini, tentunya semua
orang memiliki keinginan, utamanya
keinginan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Namun tak jarang
hambatan menghadang dalam meraih
keinginan dan impian tersebut. Bahkan terkadang dalam realita kehidupan yang
dihadapinya, seseorang justru semakin jauh dari impian yang diharapkan. Itulah
hidup, terkadang tak semua yang kita harapkan, dan tak semua yang kita
cita-citakan bisa diraih, bahkan ada kalanya sebuah impian kandas dan terpaksa
harus terkubur dalam-dalam.
Hidup..., hidup,....hidup..... Apa sebenarnya
yang kita inginkan dari hidup ini ?
Bila kita tanya pada anak-anak tentang apa
cita-cita mereka dalam hidup ini, jawaban merekapun sangat beragam. Ada yang
ingin menjadi dokter, sementara anak kecil lainnya ingin jadi sutradara, ada
juga yang ingin jadi guru, manajer, pengusaha, bahkan tak sedikit juga yang
ingin jadi presiden. Namun ada pula yang bingung, dan dengan wajah polos dia
hanya menggeleng-gelngkan kepalanya.
Bila kita cermati tentang jawaban anak-anak
kecil tersebut, sebenarnya mereka memberi jawaban berdasrkan apa yang mereka
lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka rasakan. Artinya pengalaman-pengalaman
tersebut tersimpan dalam memori mereka, kemudian apa yang mereka rasakan atau
mereka anggap sebagai sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang membuat mereka bahagia,
sesuatu yang menjadikan mereka enjoy, maka itulah jawaban tentang cita-cita
yang mereka impikan.
Setidaknya fenomena tersebut merupakan hal
yang wajar, hal yang lumrah, dan hal alami yang sering kita jumpai. Karena
tidak sedikit ada orang tua yang memaksakan kehendaknya untuk menjadikan
anak-anaknya menurut keinginannya. Bahkan yang lebih ironi ada sebagian orang
tua yang mengeset untuk menjadikan anaknya sesuai dengan apa yang
diinginkannya. Dan tidak jarang karena dendam orang tua yang tidak bisa meraih
cita-citanya di masa lalu, maka cita-cita tersebutpun ditumbalkan pada anaknya.
Sebaliknya banyak orang tua yang tidak
terlalu banyak tahu tentang perkembangan anaknya, dan tidak pernah
mempersiapkan masa depan anaknya secara lebih khusus, karena bolehjadi memang
pengetahuan tentang hal tersebut tidak dimilikinya. Disini orang tua
menyekolahkan anaknya serta berdoa semoga Tuhan menjadikannya anak yang berguna
bagi diri, keluarga, orang lain, dan lingkungannya. Singkat kata tipe orang tua
ini tidak punya pengetahuan banyak tentang ilmu psikologi dan pendidikan anak,
namun bersungguh-sungguh dalam menyekolahkan anaknya meskipun harus ‘tutup
lubang gali lubang’ dalam membiayai pendidikan anaknya. Orang tua ini menjadikan
doa sebagai andalannya, sebagai senjatanya. Mereka berdoa setiap saat untuk
anak yang dicintainya agar menjadi anak yang sholeh, anak yang berilmu, anak
yang berkecukupan, bermanfaat untuk kehidupan sesama, serta selamat dunia dan
akhirat.
Kenyataannya...., tidak jarang anak-anak yang
dilahirkan dan dibesarkan dari lingkungan keluarga yang sederhana ini, yang
dibesarkan dengan doa dan kasih sayang yang tulus dari orang tua, justru pada
akhirnya merekalah yang menorehkan tinta emas bagi bangsa dan negara ini,
merekalah yang bisa berkontribusi pada
bangsa dan negara tercinta ini.
Inillah hidup......dan inilah realita
kehidupan. Ada yang menjalani hidup ini bagai air yang mengalir disungai.
Jalani...., ikuti...., bila ada batu atau hambatan menghadang maka iapun
berbelok untuk terus berjalan dan berjalan terus mengikuti aliran hingga
bemuara di lautan. Tak bernah ia memaksakan untuk mengahantam batu atau bahkan
melawan arus, yang ia jalani adalah bagaimana mengikuti arus dan selamat sampai
tujuan.
Bagi mereka hidup ini adalah menanam, menanam
dan menanam. Tergantung yang ditanamnya, bila yang ditanamnya adalah kebaikan,
maka tidak usah khawatir, Tuhan akan menguatkannya bila dia lemah, Tuhan akan
memberi kecukupan bila dia kekurangan, Tuhan akan menuntunnya bila dia salah
jalan, Tuhan akan menolongnya bila dia jatuh, Tuhan akan memuliakannya bila dia
terhina, Tuhan akan melindunginya bila dia dianiaya, dan Tuhan akan memberi
keselamatan dan kebaikan, baik di dunia ini terlebih di akhirat kelak. Bagi
mereka hidup ini ‘dont worry... be happy’. Tidak usah pusing-pusing, tidak usah
gelisah, bila ada kesulitan maka hadapilah (jangan menghindar), bila ada
masalah maka selesaiakanlah dengan tenang, bila ada perselisihan maka
damaikanlah. Dalam hidup ini yang penting adalah menanam kebaikan, berdoa, dan
yakin (seyakin-yakinnya) akan pertolongan dari yang serba Maha, Alloh sang Maha
Pencipta dan Maha Pengatur, serta Maha Tahu akan kebutuhan hambaNya. Tuhan
tidak akan salah membuat perhitungan, karena Tuhan sudah menetapkan hukumNya
dalam bentuk hukum alam, hukum yang berlaku bagi seluruh yang ada di alam ini
(termasuk manusia sebagai bagian dari alam ini), hukum itu adalah hukum ‘aksi
dan reaksi’.
Bagi sebagian orang modern yang tinggal di
perkotaan, utamanya negara-negara maju dan memiliki latar belakang pendidikan
yang cukup tinggi, barangkali falsafah ini tidaklah terlalu mendapat perhatian
yang cukup besar (cenderung untuk melupakan hal-hal tersebut sebagai suatu
faktor yang sangat signifikan dan cukup dominan berpengaruh) dalam menjalani
hidup dan menata atau merencanakan kehidupannya di masa depan. Strategi...,
strategi..., dan strategi bagi mereka adalah hal yang sangat menentukan untuk
kesuksesan masa depan mereka. Kerja keras dan kerja cerdas itulah yang akan
membawa mereka munuju gerbang kesuksesan. Dan kenyataanya.... sudah cukup
banyak bukti orang yang sukses (minimal secara tingkat ekonomi dan status
sosial) dengan menerapkan paradigma semacam ini..
Menurut pandangan penulis, kedua paradigma
tentang ‘cara memandang hidup dan menata, serta merencanakan masa depan
kehidupan yang lebih baik’ tidak ada yang salah (keduanya benar). Namun
demikian menurut hemat penulis, alangkah baiknya jika keduanya dikombinasikan
dan menempatkan keduanya sesuai dengan proporsi yang tepat.
Yang pertama lebih kearah afektif, lebih ke
arah religius, lebih kepada tingkat keyakinan seseorang akan kekuatan Tuhan.
Tergantung kita, jika yang ditanam adalah kebaikan maka hasil yang diperolehpun
kebaikan dan kesuksesan. Tidak terlalu pusing dengan rencana-rencana yang
njelimet, karena mereka yakin Tuhan yang akan membimbing, yang akan menolong.
Mereka yakin Tuhan akan menurunkan malaikat-malaikatNya untuk ‘menempel’ pada
orang-orang yang Dia tunjuk untuk membantu dirinya. Selanjutnya orang-orang
tersebutlah yang akan membantunya (sebagai ‘tangan’ Tuhan). Pendek kata, jika
kita banyak menanam kebaikan, banyak menolong orang dan peduli pada lingkungan
(berarti dan bermanfaat bagi seluruh mahluk), serta yakin (seyakin-yakinnya)
akan pertolongan dan kuasa Alloh dengan beribadah yang ikhlas karenaNya semata,
maka hidup kita akan tenang dan dijamin (rejekinya, kesehatannya, dan segala
yang dibutuhkannya) oleh Alloh yang Maha Kuasa.
Sementara paradigma kedua lebih dominan bagian
kognitif, disini logika lebih unggul, perencanaan dan strategi serta
langkah-langkah untuk mencapai kesuksesan dipaparkan dan diprogram dengan
sejelas-jelasnya. Bahkan solusi untuk mengeliminir risiko yang akan dihadapipun
sudah direncanakan jauh sebelumnya. Pendek kata semua sudah terprogram dengan
matang dari mulai tujuan yang ingin dicapai, strategi yang diterapkan, langkah-langkah kongkrit yang harus
dilakukan, serta evaluasi dalam setiap tahapan untuk memperbaiki kekurangan
atau kelemahan yang ada.
Baik pandangan pertama maupun kedua, semuanya
terbukti, artinya baik yang menganut paradigma pertama maupun mereka penganut paradigma
kedua dan melakukannya dengan baik, maka apa yang dicita-citakan memang benar
tercapai dan nyata adanya. Ini ditunjukkan bahwa banyak orang sukses yang
notabene tidak mengetahui ilmu manajemen dengan baik, tapi dengan
mengimplentasikan falsafahnya terbukti mereka bisa hidup berkecukupan dan
sukses (bahkan banyak mempekerjakan orang-orang pinter). Sementara pada sisi
lain banyak juga bukti orang yang sukses dengan cara mengimplementasikan ilmu
manajemennya (manajemen startegi, sdm, pemasaran, operasional, keuangan, dan
ilmu manajemen lainnya) dalam meniti kehidupannya. Hidupnya terstruktur,
terprogram, terencana dengan baik, dan........sukses !!!
Dalam menjalani hidup, menata, dan
merencanakan masa depan, menurut hemat penulis cobalah untuk berusaha menerapkan keduanya. Intinya adalah
bagaimana menempatkan sisi kognitif dan sisi afektif secara berimbang.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan yang
sederhana ini bisa bermanfaat, dan tidak ada salahnya bila kita sama-sama
mencoba untuk membuat list tentang kelebihan dan kelemahan diri untuk
mengetahui siapa diri kita sebenarnya, Apa yang sebenarnya diinginkan, dan apa sebenarnya
potensi besar yang ada pada diri ? Agar
kita tidak salah arah dalam menentukan cita-cita kita.
Buatlah hidup ini jangan hanya sekedar
melewati hidup....
Hiduplah dengan penuh makna.....
Hiduplah dengan menjadi orang yang bermanfaat
bagi orang lain....
Percayalah... !!! :
Jika kita mengasihi sesama, maka Tuhan pun
akan mengasihi kita..
Jika kita banyak memberi pada sesama, maka
Tuhanpun akan memberi lebih dari apa yang kita minta.
Jika kita bermanfaat bagi sesama, maka
Tuhanpun akan memuliakan kita, memberi kekuatan, memberi bimbingan, memberi
perlindungan, dan memberi keselamatan pada kita.
Dengan catatan.... ikhlas semata karena-Nya.
(dan ini tentu perlu latihan yang sungguh-sungguh). Mari kita mencoba berlatih
bersama-sama.....!
Wallohu A’lam...
Salam
imamher
Tidak ada komentar:
Posting Komentar