Laman

Senin, 02 Maret 2015

catatanku




HIDUP, IMPIAN, DAN KENYATAAN

Dalam menjalani hidup ini, tentunya semua orang  memiliki keinginan, utamanya keinginan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Namun tak jarang hambatan   menghadang dalam meraih keinginan dan impian tersebut. Bahkan terkadang dalam realita kehidupan yang dihadapinya, seseorang justru semakin jauh dari impian yang diharapkan. Itulah hidup, terkadang tak semua yang kita harapkan, dan tak semua yang kita cita-citakan bisa diraih, bahkan ada kalanya sebuah impian kandas dan terpaksa harus terkubur dalam-dalam.

Hidup..., hidup,....hidup..... Apa sebenarnya yang kita inginkan dari hidup ini ?
Bila kita tanya pada anak-anak tentang apa cita-cita mereka dalam hidup ini, jawaban merekapun sangat beragam. Ada yang ingin menjadi dokter, sementara anak kecil lainnya ingin jadi sutradara, ada juga yang ingin jadi guru, manajer, pengusaha, bahkan tak sedikit juga yang ingin jadi presiden. Namun ada pula yang bingung, dan dengan wajah polos dia hanya menggeleng-gelngkan kepalanya.

Bila kita cermati tentang jawaban anak-anak kecil tersebut, sebenarnya mereka memberi jawaban berdasrkan apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka rasakan. Artinya pengalaman-pengalaman tersebut tersimpan dalam memori mereka, kemudian apa yang mereka rasakan atau mereka anggap sebagai sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang membuat mereka bahagia, sesuatu yang menjadikan mereka enjoy, maka itulah jawaban tentang cita-cita yang mereka impikan.

Setidaknya fenomena tersebut merupakan hal yang wajar, hal yang lumrah, dan hal alami yang sering kita jumpai. Karena tidak sedikit ada orang tua yang memaksakan kehendaknya untuk menjadikan anak-anaknya menurut keinginannya. Bahkan yang lebih ironi ada sebagian orang tua yang mengeset untuk menjadikan anaknya sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dan tidak jarang karena dendam orang tua yang tidak bisa meraih cita-citanya di masa lalu, maka cita-cita tersebutpun ditumbalkan pada anaknya.

Sebaliknya banyak orang tua yang tidak terlalu banyak tahu tentang perkembangan anaknya, dan tidak pernah mempersiapkan masa depan anaknya secara lebih khusus, karena bolehjadi memang pengetahuan tentang hal tersebut tidak dimilikinya. Disini orang tua menyekolahkan anaknya serta berdoa semoga Tuhan menjadikannya anak yang berguna bagi diri, keluarga, orang lain, dan lingkungannya. Singkat kata tipe orang tua ini tidak punya pengetahuan banyak tentang ilmu psikologi dan pendidikan anak, namun bersungguh-sungguh dalam menyekolahkan anaknya meskipun harus ‘tutup lubang gali lubang’ dalam membiayai pendidikan anaknya. Orang tua ini menjadikan doa sebagai andalannya, sebagai senjatanya. Mereka berdoa setiap saat untuk anak yang dicintainya agar menjadi anak yang sholeh, anak yang berilmu, anak yang berkecukupan, bermanfaat untuk kehidupan sesama, serta selamat dunia dan akhirat.

Kenyataannya...., tidak jarang anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan dari lingkungan keluarga yang sederhana ini, yang dibesarkan dengan doa dan kasih sayang yang tulus dari orang tua, justru pada akhirnya merekalah yang menorehkan tinta emas bagi bangsa dan negara ini, merekalah yang  bisa berkontribusi pada bangsa dan negara tercinta ini.

Inillah hidup......dan inilah realita kehidupan. Ada yang menjalani hidup ini bagai air yang mengalir disungai. Jalani...., ikuti...., bila ada batu atau hambatan menghadang maka iapun berbelok untuk terus berjalan dan berjalan terus mengikuti aliran hingga bemuara di lautan. Tak bernah ia memaksakan untuk mengahantam batu atau bahkan melawan arus, yang ia jalani adalah bagaimana mengikuti arus dan selamat sampai tujuan.

Bagi mereka hidup ini adalah menanam, menanam dan menanam. Tergantung yang ditanamnya, bila yang ditanamnya adalah kebaikan, maka tidak usah khawatir, Tuhan akan menguatkannya bila dia lemah, Tuhan akan memberi kecukupan bila dia kekurangan, Tuhan akan menuntunnya bila dia salah jalan, Tuhan akan menolongnya bila dia jatuh, Tuhan akan memuliakannya bila dia terhina, Tuhan akan melindunginya bila dia dianiaya, dan Tuhan akan memberi keselamatan dan kebaikan, baik di dunia ini terlebih di akhirat kelak. Bagi mereka hidup ini ‘dont worry... be happy’. Tidak usah pusing-pusing, tidak usah gelisah, bila ada kesulitan maka hadapilah (jangan menghindar), bila ada masalah maka selesaiakanlah dengan tenang, bila ada perselisihan maka damaikanlah. Dalam hidup ini yang penting adalah menanam kebaikan, berdoa, dan yakin (seyakin-yakinnya) akan pertolongan dari yang serba Maha, Alloh sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, serta Maha Tahu akan kebutuhan hambaNya. Tuhan tidak akan salah membuat perhitungan, karena Tuhan sudah menetapkan hukumNya dalam bentuk hukum alam, hukum yang berlaku bagi seluruh yang ada di alam ini (termasuk manusia sebagai bagian dari alam ini), hukum itu adalah hukum ‘aksi dan reaksi’.

Bagi sebagian orang modern yang tinggal di perkotaan, utamanya negara-negara maju dan memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi, barangkali falsafah ini tidaklah terlalu mendapat perhatian yang cukup besar (cenderung untuk melupakan hal-hal tersebut sebagai suatu faktor yang sangat signifikan dan cukup dominan berpengaruh) dalam menjalani hidup dan menata atau merencanakan kehidupannya di masa depan. Strategi..., strategi..., dan strategi bagi mereka adalah hal yang sangat menentukan untuk kesuksesan masa depan mereka. Kerja keras dan kerja cerdas itulah yang akan membawa mereka munuju gerbang kesuksesan. Dan kenyataanya.... sudah cukup banyak bukti orang yang sukses (minimal secara tingkat ekonomi dan status sosial) dengan menerapkan paradigma semacam ini..

Menurut pandangan penulis, kedua paradigma tentang ‘cara memandang hidup dan menata, serta merencanakan masa depan kehidupan yang lebih baik’ tidak ada yang salah (keduanya benar). Namun demikian menurut hemat penulis, alangkah baiknya jika keduanya dikombinasikan dan menempatkan keduanya sesuai dengan proporsi yang tepat.

Yang pertama lebih kearah afektif, lebih ke arah religius, lebih kepada tingkat keyakinan seseorang akan kekuatan Tuhan. Tergantung kita, jika yang ditanam adalah kebaikan maka hasil yang diperolehpun kebaikan dan kesuksesan. Tidak terlalu pusing dengan rencana-rencana yang njelimet, karena mereka yakin Tuhan yang akan membimbing, yang akan menolong. Mereka yakin Tuhan akan menurunkan malaikat-malaikatNya untuk ‘menempel’ pada orang-orang yang Dia tunjuk untuk membantu dirinya. Selanjutnya orang-orang tersebutlah yang akan membantunya (sebagai ‘tangan’ Tuhan). Pendek kata, jika kita banyak menanam kebaikan, banyak menolong orang dan peduli pada lingkungan (berarti dan bermanfaat bagi seluruh mahluk), serta yakin (seyakin-yakinnya) akan pertolongan dan kuasa Alloh dengan beribadah yang ikhlas karenaNya semata, maka hidup kita akan tenang dan dijamin (rejekinya, kesehatannya, dan segala yang dibutuhkannya) oleh Alloh yang Maha Kuasa.

Sementara paradigma kedua lebih dominan bagian kognitif, disini logika lebih unggul, perencanaan dan strategi serta langkah-langkah untuk mencapai kesuksesan dipaparkan dan diprogram dengan sejelas-jelasnya. Bahkan solusi untuk mengeliminir risiko yang akan dihadapipun sudah direncanakan jauh sebelumnya. Pendek kata semua sudah terprogram dengan matang dari mulai tujuan yang ingin dicapai, strategi yang diterapkan,  langkah-langkah kongkrit yang harus dilakukan, serta evaluasi dalam setiap tahapan untuk memperbaiki kekurangan atau kelemahan yang ada.

Baik pandangan pertama maupun kedua, semuanya terbukti, artinya baik yang menganut paradigma pertama maupun mereka penganut paradigma kedua dan melakukannya dengan baik, maka apa yang dicita-citakan memang benar tercapai dan nyata adanya. Ini ditunjukkan bahwa banyak orang sukses yang notabene tidak mengetahui ilmu manajemen dengan baik, tapi dengan mengimplentasikan falsafahnya terbukti mereka bisa hidup berkecukupan dan sukses (bahkan banyak mempekerjakan orang-orang pinter). Sementara pada sisi lain banyak juga bukti orang yang sukses dengan cara mengimplementasikan ilmu manajemennya (manajemen startegi, sdm, pemasaran, operasional, keuangan, dan ilmu manajemen lainnya) dalam meniti kehidupannya. Hidupnya terstruktur, terprogram, terencana dengan baik, dan........sukses !!!

Dalam menjalani hidup, menata, dan merencanakan masa depan, menurut hemat penulis cobalah untuk berusaha menerapkan keduanya. Intinya adalah bagaimana menempatkan sisi kognitif dan sisi afektif secara berimbang.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan yang sederhana ini bisa bermanfaat, dan tidak ada salahnya bila kita sama-sama mencoba untuk membuat list tentang kelebihan dan kelemahan diri untuk mengetahui siapa diri kita sebenarnya, Apa yang sebenarnya diinginkan, dan apa sebenarnya potensi besar yang ada pada diri  ? Agar kita tidak salah arah dalam menentukan cita-cita kita.
Buatlah hidup ini jangan hanya sekedar melewati hidup....
Hiduplah dengan penuh makna.....
Hiduplah dengan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain....
Percayalah... !!! :
Jika kita mengasihi sesama, maka Tuhan pun akan mengasihi kita..
Jika kita banyak memberi pada sesama, maka Tuhanpun akan memberi lebih dari apa yang kita minta.
Jika kita bermanfaat bagi sesama, maka Tuhanpun akan memuliakan kita, memberi kekuatan, memberi bimbingan, memberi perlindungan, dan memberi keselamatan pada kita.
Dengan catatan.... ikhlas semata karena-Nya. (dan ini tentu perlu latihan yang sungguh-sungguh). Mari kita mencoba berlatih bersama-sama.....!
Wallohu A’lam...

Salam
imamher

Tidak ada komentar:

Posting Komentar